MODEL PEMBELAJARAN
A. Model Pembelajaran Direct Instruction
Pemikiran mendasar dari model
pengajaran langsung adalah bahwa siswa belajar dengan mengamati secara
selektif, mengingat dan menirukan tingkah laku gurunya. Direct Instruction
mempunyai beberapa tahapan atau fase yaitu :
1.
Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa. Pada fase satu ini guru membuka
pelajaran dengan berbagai cara seperti bercerita, menampilkan penomena atau
melakukan eksprimen. Memotivasi siswa dengan caracara tertentu dapat
membangkitkan minat belajar siswa. Setelah itu guru menjelaskan tujuan
pembelajaran, menyampaikan informasi latar belakang pelajaran dan mempersiapkan
siswa untuk belajar.
2.
Menyajikan materi, melalui demonstrasi atau eksprimen tahap demi tahap. Pada
fase ini guru menggali konsepkonsep siswa dan menghubungkan dengan konsep yang
benar.
3.
Membimbing pelatihan. Siswa sibuk melakukan kegiatan belajar, sedangkan guru
hanya memberikan bantuan atau bimbingan kepada siswa yang memerlukan. Siswa
diarahkan pada pemahaman sendiri dari pengalaman pengalaman baru berdasarkan
pada pengalaman awal yang dimiliki oleh siswa.
4.
Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik. Pada fase ini guru mengecek
apakah siswa telah berhasil melakukan tugas dengan baik ? Guru juga dapat
memberi umpan balik terhadap suatu materi yanga belum terpecahkan.
5.
Memberi kesempatan untuk pelatihan selanjutnya dan bagaimana menerapkannya
dalam kehidupan nyata.
Adapun
ruang lingkup model pembelajaran Direct Instruction adalah sebagai berikut :
1.
Pendekatan Pembelajaran Direct Instruction
Pendekatan
Pembelajaran yang digunakan dalam model pembelajaran Direct Instruction adalah
Teacher Centered Approach. Hal ini merujuk kepada fase nomor 2 menurut Kardi dan
M. Nur (2000) yang menyatakan bahwa guru ``menyajikan materi, melalui
demonstrasi atau eksprimen tahap demi tahap. Pada fase ini guru menggali konsepkonsep
siswa dan menghubungkan dengan konsep yang benar''
2.
Strategi Pembelajaran Direct Instruction
Strategi
Pembelajaran yang digunakan dalam model pembelajaran Direct Instruction adalah
GroupnIndividual Learning. Siswa sibuk melakukan kegiatan belajar, sedangkan
guru hanya memberikan bantuan atau bimbingan kepada siswa yang memerlukan.
Siswa diarahkan pada pemahaman sendiri dari pengalamanpengalaman baru
berdasarkan pada pengalaman awal yang dimiliki oleh siswa''.
A. Model Pembelajaran Inkuiri
Model
pembelajaran yang digunakan untuk menyampaikan setiap pokok bahasan dipengaruhi
oleh berbagai faktor, diantaranya: peserta didik, tujuan yang akan dicapai,
situasi pembelajaran, fasilitas yang tersedia dan guru. Salah satu model
pembelajaran yang dapat diterapkan adalah model pembelajaran inkuiri
Model
Pembelajaran inkuiri adalah model penemuan yang dirancang guru sesuai kemampuan
dan tingkat perkembangan intelektual peserta didik, mengurangi ketergantungan
kepada guru dan memberi pengalaman seumur hidup. Penemuan sering dikaitkan
dengan inkuiri. Penemuan boleh diartikan sebagai proses mental mengasimilasikan
konsep dan prinsip. Penemuan berlaku apabila seseorang itu menggunakan proses
mental dalam usaha mendapatkan satu konsep atau prinsip.
Model pembelajaran inkuiri menggunakan pendekatan pembelajaran yang melibatkan proses penelitian. penelitian ini didorong oleh pertanyaan demi pertanyaan dan membuat penemuan dalam usaha mencari kefahaman atau jawaban yang baru. Model pembelajaran inkuiri ini didorong oleh sifat ingin tahu dan keinginan memahami sesuatu ataupun menyelesaikan masalah.
Model pembelajaran inkuiri menggunakan pendekatan pembelajaran yang melibatkan proses penelitian. penelitian ini didorong oleh pertanyaan demi pertanyaan dan membuat penemuan dalam usaha mencari kefahaman atau jawaban yang baru. Model pembelajaran inkuiri ini didorong oleh sifat ingin tahu dan keinginan memahami sesuatu ataupun menyelesaikan masalah.
Proses
model pembelajaran inkuiri ini bermula dari satu perhatian dan minat atas
sesuatu yang menarik dan seterusnya akan muncul banyak pertanyaan atas minat
tersebut. Fenomena yang diperhatikan biasanya tidak mempunyai kaitan dengan
pengalaman maupun pemahaman dari para siswa. Sifat ingin tahu seterusnya
merangsang tindakan untuk melakukan penelitian, pertanyaan, ramalan, hipotesa,
dan konsep awal.
B. Reciprocal Teaching
Sesuai dengan pesanan Pradip, kemenakan Mbah Janti yang
kebetulan sedang meyusun skripsi tentang ini, maka dalam tulisan kali ini saya
akan sedikit mengulas tentang hal ini. Apa sebenarnya yang dimaksud dengan
reciprocal teaching? Ada yang secara eksplisit mengalih bahasakan “reciprocal
teaching” sebagai “pembelajaran terbalik” saya sendiri kok kurang sefaham ya,
karena setelah dikaji sepertinya maknanya bukan pembelajaran terbalik melainkan
terdapatnya timbal-balik dalam interaksi pembelajaran yang berlangsung. Usut
punya usut pembelajaran resiprokal ini (Saya lebih senang menggunakan istilah
ini, yang saya buat-buat sendiri.red) awalnya dirancang untuk mengatasi
kesulitan belajar dalam membaca teks. Pendekatan pembelajaran ini dimunculkan
oleh Palinscar tahun 1982 ketika dia menemukan beberapa muridnya yang mengalami
kesulitan dalam memahami sebuah teks bacaan. Seorang siswa dapat saja membaca
sekumpulan huruf yang membentuk kata namun ternyata untuk memahami makna dari
teks yang dibacanya tidak semudah melafalkan bacaan tersebut. Nah, inilah
masalah yang melatarbelakangi kemunculan metode pembelajaran resiprokal .
Sedangkan pengajaran reciprocal bertujuan untuk memberikan teknik atau strategi
pada para siswa agar dapat mencegah terjadinya kegagalan kognitif dalam
kegiatan membaca.
Menurut Palinscar dan Brown (1984) setidaknya terdapat empat
strategi dasar yang terlibat dalam proses pembelajaran reciprocal yaitu,
melakukan klarifikasi, membuat prediksi, bertanya dan membuat kesimpulan.
Adapun penjelasan untuk masing-masing strategi adalah sebagai berikut;
a. Klarifikasi
Dalam suatu aktifitas membaca mungkin saja seorang siswa
menganggap pengucapan kata yang benar adalah hal yang terpenting walaupun
mereka tidak memahami makna dari kata-kata yang diucapkan tersebut. Siswa
diminta untuk mencerna makna dari kata-kata atau kalimat-kalimat yang tidak
familier, apakah meraka dapat memaknai maksud dari suatu paragraph. Secara
teknis hal ini dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti;
“Apa maksud dari kalimat tersebut?”
“Kata apa yang dapat menggantikan kata tersebut?”
“Kata atau konsep apa yang perlu diklarifikasi dari
paragraph ini?”
b. Membuat prediksi
Pada tahap ini pembaca diajak untuk melibatkan pengetahuan
yang sudah diperolehnya dahulu untuk digabungkan dengan informasi yang
diperoleh dari teks yang dibaca untuk kemudian digunakan dalam mengimajinasikan
kemungkinan yang akan terjadi berdasar atas gabungan informasi yang sudah
dimilikinya. Setidaknya siswa diharapkan dapat membuat dugaan tentang topic
dari paragraph selanjutnya. Pertanyaan-pertanyaan yang dapat diajukan secara
teknis adalah sebagai berikut;
“dari judul dan ilustrasi gambar yang ada dapatkah kau
menerka apa topik tulisan ini?”
“Coba pikirkan dari apa yang sudah kita baca dan diskusikan
kira-kira apa yang akan terjadi nanti?”
c. Bertanya
Strategi bertanya ini digunakan untuk memonitor dan
mengevalusi sejauhmana pemahaman pembaca terhadap bahan bacaan. Pembaca dalam
hal ini siswa mengajukan pertanyaan-pertanyaan pada dirinya sendiri, teknik ini
seperti sebuah proses metakognitif. Bentuk-bentuk pertanyaan yang diajukan
dapat beragam, berikut beberapa contohnya;
“Apa yang kau pikirkan ketika kau membaca teks tersebut?”
“Pertanyaan apa saja yang dapat kau ajukan setelah kau
membaca teks tersebut?”
“Topik apa yang membuatmu tertarik untuk membaca teks ini?”
d. Membuat Rangkuman
Dalam membuat rangkuman dibutuhkan kemampuan untuk dapat
membedakan hal-hal yang penting dan hal-hal yang tidak penting. Menentukan
intisari dari teks bacaan tersebut. beberapa pertanyaan-pertanyaan umum yang
dapat diajukan antara lain;
“Apa yang penulis ingin sampaikan melalui teks tersebut?”
“Apa informasi paling penting dari bacaan ini?”
“Dapatkah saya menggunakan bahasa saya sendiri untuk
mengutarakan kembali isi dari tulisan ini?”
Pada dasarnya pembelajaran resiprokal menekakan pada siswa
untuk bekerja dalam suatu kelompok yang dibentuk sedemikian hingga agar setiap
anggotanya dapat berkomunikasi dengan nyaman dalam menyampaikan pendapat
ataupun bertanya dalam rangka bertukar pengalaman keberhasilan belajar satu
dengan lainnya. Salah satu dasar dari pembelajaran resiprokal ini adalah teori
Vygotsky yaitu dialog dalam suatu interaksi social sebagai dasar pokok dalam
proses pembentukan pengetahuan. Menurut beliau berpikir keras dan mendiskusikan
hasil pemikirannya dapat membantu proses kalrifikasi dan revisi dalam berpikir
pada saat belajar. Dari beberapa sumber yang saya dapatkan, dalam pelaksanaan
awalnya guru menjadi leader atau contoh dalam mempraktekan keempat startegi
yang diuraikan di atas. Kemudian siswa diminta untuk melakukannya bersama
teman-teman dalam suatu kelompok yang tidak kurang dari 4 orang dan tidak lebih
dari 6 siswa. Sehingga jelas dalam pelaksanaannya model ini tidak lepas dari
pendekatan pembelajaran kooperatif. Selain itu, yang perlu ditekankan adalah
pendekatan dialogis dalam pembelajaran baik antara guru dengan siswa ataupun
siswa dengan siswa. Guru dituntut untuk memiliki kemampuan dialog yang baik
serta teliti dan peka dalam mengamati. Pada prosesnya, mungkin saja siswa-siswa
yang memiliki kecenderungan diam, guru harus melakukan teknik scaffolding untuk
membangkitkan keaktifan siswa.
Jika dikaitkan dengan pembelajaran matematika, saya jadi
teringat dengan tulisan saya yang diposting dalam bahasa Ingggris beberapa
waktu yang lalu yang berjudul “It’s About Reading Mathematics”. Jika berkaca
dari tulisan tersebut pada dasarnya kemampuan membaca literature matematika
memang masih menjadi suatu masalah besar yang tentu saja berdampak langsung
pada prestasi belajar matematika siswa, dan keberadaan model pembelajaran
resiprokal ini dapat menjadi sebuah peluang solusi yang dapat diteliti lebih
lanjut tentu saja dengan penyesuaian-penyesuaian terhadap bentuk dari
literature matematika yang unik. Ketika saya mengkaji beberapa bahan tentang
pembelajaran resiprokal ini saya teringat dengan salah satu dosen saya di sini,
Prof. Yaya. Saya ingat beberapa kali di dalam kelas beliau mengajak kami
mahasiswa S2 untuk membaca sebuah teks matematika yang kala itu berbahasa
Inggris satu persatu di dalam kelas. Awalnya saya sedikit heran, namun kala itu
saya berpikir bahwa beliau ingin mengkaji sejauh mana kemampuan berbahasa
inggris kami karena beliau juga melakukan koreksi terhadap spelling kami,
selain itu saya juga berpikir bahwa barangkali beliau ingin mengetahui sejauh
mana kemampuan pemahaman kami terhadap bahan bacaan dalam Bahasa inggris,
karena beliau juga mengajukan beberapa pertanyaan. Sekarang saya tahu, apa yang
sebetulnya beliau lakukan waktu itu adalah sebuah bentuk aplikasi dari model
reciprocal teaching. J. Sebetulnya akan lebih menarik jika saya bisa sedikit
memberikan contoh hasil dari ujicoba terbatas saya terhadap diri sendiri dalam
membaca literature matematika dengan model ini, namun sayang saya belum sempat
lakukan. Semoga lain kali dapat saya tampilkan dalam tulisan ini. Tentunya
setelah dicoba ya,…
C. Model Pembelajaran Konvensional
Salah satu model pembelajaran yang
masih berlaku dan sangat banyak digunakan oleh guru adalah model pembelajaran
konvensional. Pembelajaran konvesional. Pembelajaran konvensional mempunyai
beberapa pengertian menurut para ahli, diantaranya:
- Djamarah (1996), metode pembelajaran konvensional adalah metode pembelajaran tradisional atau disebut juga dengan metode ceramah, karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam proses belajar dan pembelajaran. Dalam pembelajaran sejarah metode konvensional ditandai dengan ceramah yang diiringi dengan penjelasan, serta pembagian tugas dan latihan.
- Freire (1999), memberikan istilah terhadap pengajaran seperti itu sebagai suatu penyelenggaraan pendidikan ber “gaya bank” penyelenggaraan pendidikan hanya dipandang sebagai suatu aktivitas pemberian informasi yang harus “ditelan” oleh siswa, yang wajib diingat dan dihafal.[3]
Ciri-ciri Pembelajaran Konvensional
Secara umum, ciri-ciri pembelajaran
konvensional adalah:
- Siswa adalah penerima informasi secara pasif, dimana siswa menerima pengetahuan dari guru dan pengetahuan diasumsinya sebagai badan dari informasi dan keterampilan yang dimiliki sesuai dengan standar.
- Belajar secara individual
- Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis
- Perilaku dibangun atas kebiasaan
- Kebenaran bersifat absolut dan pengetahuan bersifat final
- Guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran
- Perilaku baik berdasarkan motivasi ekstrinsik
- Interaksi di antara siswa kurang
- Guru sering bertindak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.
Namun perlu diketahui bahwa
pengajaran model ini dipandang efektif atau mempunyai keunggulan, terutama:
- Berbagai informasi yang tidak mudah ditemukan di tempat lain
- Menyampaikan informasi dengan cepat
- Membangkitkan minat akan informasi
- Mengajari siswa yang cara belajar terbaiknya dengan mendengarkan
- Mudah digunakan dalam proses belajar mengajar.
Sedangkan kelemahan pembelajaran ini
adalah sebagai berikut:
- Tidak semua siswa memiliki cara belajar terbaik dengan mendengarkan
- Sering terjadi kesulitan untuk menjaga agar siswa tetap tertarik dengan apa yang dipelajari
- Para siswa tidak mengetahui apa tujuan mereka belajar pada hari itu
- Penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas
- Daya serapnya rendah dan cepat hilang karena bersifat menghafal.
D. Model Pembelajaran Think Pair Share (TPS)
Strategi think pair share
(TPS) atau berpikir berpasangan berbagi adalah merupakan jenis pembelajaran
kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa.
Strategi think pair share ini berkembang dari penelitian belajar kooperatif dan waktu tunggu.
Pertama kali dikembangkan oleh Frang Lyman dan Koleganya di universitas Maryland sesuai yang dikutip Arends (1997),menyatakan bahwa think pair share merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas. Dengan asumsi bahwa semua resitasi atau diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan, dan prosedur yang digunakan dalam think pair share dapat memberi siswa lebih banyak waktu berpikir, untuk merespon dan saling membantu. Guru memperkirakan hanya melengkapi penyajian singkat atau siswa membaca tugas, atau situasi yang menjadi tanda tanya . Sekarang guru menginginkan siswa mempertimbangkan lebih banyak apa yang telah dijelaskan dan dialami .Guru memilih menggunakan think-pair-share untuk membandingkan tanya jawab kelompok keseluruhan.
Guru menggunakan langkah-langkah ( fase ) berikut:
Strategi think pair share ini berkembang dari penelitian belajar kooperatif dan waktu tunggu.
Pertama kali dikembangkan oleh Frang Lyman dan Koleganya di universitas Maryland sesuai yang dikutip Arends (1997),menyatakan bahwa think pair share merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas. Dengan asumsi bahwa semua resitasi atau diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan, dan prosedur yang digunakan dalam think pair share dapat memberi siswa lebih banyak waktu berpikir, untuk merespon dan saling membantu. Guru memperkirakan hanya melengkapi penyajian singkat atau siswa membaca tugas, atau situasi yang menjadi tanda tanya . Sekarang guru menginginkan siswa mempertimbangkan lebih banyak apa yang telah dijelaskan dan dialami .Guru memilih menggunakan think-pair-share untuk membandingkan tanya jawab kelompok keseluruhan.
Guru menggunakan langkah-langkah ( fase ) berikut:
- Langkah 1 : Berpikir ( thinking ) : Guru mengajukan suatu pertanyaan atau masalah yang dikaitkan dengan pelajaran, dan meminta siswa menggunakan waktu beberapa menit untuk berpikir sendiri jawaban atau masalah.
- Langkah 2 : Berpasangan ( pairing ) : Selanjutnya guru meminta siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh. Interaksi selama waktu yang disediakan dapat menyatukan jawaban jika suatu pertanyaan yang diajukan menyatukan gagasan apabila suatu masalah khusus yang diidentifikasi. Secara normal guru memberi waktu tidak lebih dari 4 atau 5 menit untuk berpasangan.
- Langkah 3 : Berbagi ( sharing ) : Pada langkah akhir, guru meminta pasangan-pasangan untuk berbagi dengan keseluruhan kelas yang telah mereka bicarakan. Hal ini efektif untuk berkeliling ruangan dari pasangan ke pasangan dan melanjutkan sampai sekitar sebagian pasangan mendapat kesempatan untuk melaporkan. Arends, (1997) disadur Tjokrodihardjo, (2003).
E. Problem
Based Learning (PBL)
Problem
Based Learning (PBL) adalah metode pendidikan yang medorong siswa untuk
mengenal cara belajar dan bekerjasama dalam kelompok untuk mencari penyelesaian
masalah-masalah di dunia nyata. Simulasi masalah digunakan untuk mengaktifkan
keingintahuan siswa sebelum mulai mempelajari suatu subyek. PBL menyiapkan
siswa untuk berpikir secara kritis dan analitis, serta mampu untuk mendapatkan
dan menggunakan secara tepat sumber-sumber pembelajaran.
Sejarah PBL
Sejarah PBL
Program
inovatif PBL pertama kali diperkenalkan oleh Faculty of Health Sciences of
McMaster University di Kanada pada tahun 1966. Yang menjadi ciri khas dari
pelaksanaan PBL di mcmaster adalah filosofi pendidikan yang berorientasi pada
masyarakat, terfokus pada manusia, melalui pendekatan antar cabang ilmu
pengetahuan dan belajar berdasar masalah.
Kemudian
pada tahun 1976, Maastricht Faculty of Medicine di Belanda menyusul sebagai
institusi pendidikan kedokteran kedua yang mengadopsi PBL. Kekhasan pelaksanaan
PBL di Maastrich terletak pada konsep tes kemajuan (progress test) dan
pengenalan keterampilan medik sejak awal dimulainya program pendidikan. Dalam
perkembangannya, PBL telah diadopsi baik secara keseluruhan atau sebagian oleh
banyak fakultas kedokteran di dunia.
Motivasi menggunakan PBL
Motivasi menggunakan PBL
Dalam
pendidikan kedokteran konvensional, mahasiswa lebih banyak menerima pengetahuan
dari perkuliahan dan literatur yang diberikan oleh dosen. Mereka diharuskan
mempelajari beragam cabang ilmu kedokteran dan menghapal begitu banyak
informasi. Setelah lulus dan menjadi dokter, mereka dihadapkan pada banyak
masalah yang tidak dapat diselesaikan hanya dari pengetahuan yang mereka dapat
selama kuliah. Sistem pendidikan kedokteran konvensional cenderung membentuk
mahasiswa sebagai pembelajar pasif. Mahasiswa tidak dibiasakan berpikir kritis
dalam mengidentifikasi masalah, serta aktif dalam mencari cara penyelesainnya.
Prinsip-prinsip
PBL
Dalam
PBL, siswa dituntut bertanggungjawab atas pendidikan yang mereka jalani, serta
diarahkan untuk tidak terlalu tergantung pada guru. PBL membentuk siswa mandiri
yang dapat melanjutkan proses belajar pada kehidupan dan karir yang akan mereka
jalani. Seorang guru lebih berperan sebagai fasilitator atau tutor yang memandu
siswa menjalani proses pendidikan. Ketika siswa menjadi lebih cakap dalam
menjalani proses belajar PBL, tutor akan berkurang keaktifannya.
Proses belajar PBL dibentuk dari ketidakteraturan dan kompleksnya masalah yang ada di dunia nyata. Hal tersebut digunakan sebagai pendorong bagi siswa untuk belajar mengintegrasikan dan mengorganisasi informasi yang didapat, sehingga nantinya dapat selalu diingat dan diaplikasikan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang akan dihadapi. Masalah-masalah yang didesain dalam PBL memberi tantangan pada siswa untuk lebih mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan mampu menyelesaikan masalah secara efektif.
Proses belajar PBL dibentuk dari ketidakteraturan dan kompleksnya masalah yang ada di dunia nyata. Hal tersebut digunakan sebagai pendorong bagi siswa untuk belajar mengintegrasikan dan mengorganisasi informasi yang didapat, sehingga nantinya dapat selalu diingat dan diaplikasikan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang akan dihadapi. Masalah-masalah yang didesain dalam PBL memberi tantangan pada siswa untuk lebih mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan mampu menyelesaikan masalah secara efektif.
Proses
dalam PBL
Siswa
dihadapkan pada masalah dan mencoba untuk menyelesaikan dengan bekal
pengetahuan yang mereka miliki. Pertama-tama mereka mengidentifikasi apa yang
harus dipelajari untuk memahami lebih baik permasalahan dan bagaimana cara
memecahkannya.
Langkah selanjutnya, siswa mulai mencari informasi dari berbagai sumber seperti buku, jurnal, laporan, informasi online atau bertanya pada pakar yang sesuai dengan bidangnya. Melalui cara ini, belajar dipersonalisasi sesuai dengan kebutuhan dan gaya tiap individu.
Langkah selanjutnya, siswa mulai mencari informasi dari berbagai sumber seperti buku, jurnal, laporan, informasi online atau bertanya pada pakar yang sesuai dengan bidangnya. Melalui cara ini, belajar dipersonalisasi sesuai dengan kebutuhan dan gaya tiap individu.
Setelah
mendapatkan informasi, mereka kembali pada masalah dan mengaplikasikan apa yang
telah mereka pelajari untuk lebih memahami dan menyelesaikannya.
Di akhir proses, siswa melakukan penilaian terhadap dirinya dan memberi kritik mambangun bagi kolega.
Di akhir proses, siswa melakukan penilaian terhadap dirinya dan memberi kritik mambangun bagi kolega.
F. Model Pembelajaran Jigsaw
Metode
atau model pembelajaran jigsaw adalah sebuah tehnik pembelajaran kooperatif
dimana siswa, bukan guru, yang memiliki tanggung jawab lebih besar dalam
pelaksanaan pembelajaran. Adapun tujuan dari medel pembelajaran jigsaw ini
adalah untuk mengembangkan kerja tim, ketrampilan belajar kooperatif, dan
menguasai pengetahuan secara mendalam yang tidak mungkin diperoleh bila mereka
mencoba untuk mempelajari semua materi sendirian.
Berikut ini adalah skenario kegiatan metode pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran jigsaw :
Berikut ini adalah skenario kegiatan metode pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran jigsaw :

Keterangan :
# 5" pertama, guru akan memberikan penjelasan tentang metode pembelajaran yang akan dilaksanakan termasuk bidang studi apa yang akan menjadi pokok bahasan
# 6" kedua, guru akan membagi siswa menjadi beberapa
kelompok serta menjelaskan tugas untuk masing-masing kelompok. Kelompok ini
disebut kelompok awal
# Siswa diberi kesempatan untuk membaca materi selama
7" dan diharapkan siswa dapat menyerap informasi sebanyak-banyaknya pada
kesempatan ini
# kemudian siswa diberi Lembar Kerja (LK) dan diberi
waktu 8" untuk mengerjakan lembar kerja tersebut
# Setiap siswa dalam satu kelompok menyebar/pindah ke
kelompok lain untuk mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya mengenai materi
yang dipelajari oleh kelompok lain. Siswa diberi kesempatan untuk
berpindah-pindah kelompok selama 10" dan siswa diharapkan dapat menyerap
dan mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya dari kelompok lain.
# Siswa kembali ke kelompok awal untuk mendiskusikan informasi yang diperoleh selama 10".
# Kemudian salah satu anggota kelompok berlatih untuk memasukkan data ke komputer dengan menggunakan program inspiration selama 20". Setelah itu siswa akan mebuat peta konsep di komputer dan kelompok lain akan memasukkan informasi ke chart yang telah disediakan. Pada tahap ini siswa diberikan waktu selama 20" untuk menyelesaikan tugasnya
# Siswa kembali ke kelompok awal untuk mendiskusikan informasi yang diperoleh selama 10".
# Kemudian salah satu anggota kelompok berlatih untuk memasukkan data ke komputer dengan menggunakan program inspiration selama 20". Setelah itu siswa akan mebuat peta konsep di komputer dan kelompok lain akan memasukkan informasi ke chart yang telah disediakan. Pada tahap ini siswa diberikan waktu selama 20" untuk menyelesaikan tugasnya
# Pada 5" terakhir guru akan memberikan penguatan dari tugas yang harus dikerjakan siswa di rumah
G. Model
Pembelajaran Cooperatif Script
disebut juga dengan Model
Pembelajaran Skrip kooperatif, artinya metode belajar di mana siswa
bekerja kelompok secara berpasangan dan bergantian secara lisan mengikhtisarkan
bagian-bagian dari materi yang dipelajari.
Langkah-langkah pembelajarannya
adalah sebagai berikut :
- Guru membagi siswa untuk berkelompok secara berpasangan (dua siswa).
- Guru membagikan wacana/materi tiap siswa untuk dibaca dan membuat ringkasan.
- Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar.
- Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya.
Sementara pendengar :
- Menyimak/mengoreksi/menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap
- Membantu mengingat/menghafal ide-ide pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi lainnya.
5. Bertukar peran, yang semula
sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya. Serta lakukan
seperti cara diatas.
semoga halaman ini bermanfaat..
BalasHapus